Selasa, 07 Februari 2012

Cerbung - episod 2

***
"Dia tidak mengenaliku?" batin Radit sangat kecewa
"Sudah, Radit. dia kan gagar otak ringan, lambat laun dia akan ingat kamu siapa. kamu kan salah satu orang paling berarti di hidupnya.
“Nyatanya dia tidak mengenaliku. Bertahun-tahun bersama dia melupakanku dengan sangat mudah.” Katanya putus asa kemudian meninggalkan Jessie
“Tuhan, kasihan sekali Radit.” Batin Jessie
Radit berjalan tanpa tujuan. Dia mengingat-ingat kenangannya bersama Tata yang kini sirna. Orang yang disayanginya tidak mengenalinya lagi. Dia terhenti di sebuah taman yang dulu pernah disinggahinya untuk berteduh saat hujan bersama Tata. Selang beberapa menit ia ingat sesuatu. Ia menghampiri sebuah rumah pohon yang sangat tinggi. Ia naik ke atas dan dengan perasaan riang gembira ia menemukan ukiran nama Radit & Tata. Ia memotretnya dengan ponselnya, dan segera ia berlari menuju RUmah Sakit untuk memperlihatkannya pada Tata, jika ia bisa ingat akan dirinya kembali.
“Hallo, Jessie kamu dimana?” Tanya Radit dalam telpon
“Masih di Rumah Sakit. Ada apa?”
“Aku akan ke sana, tunggu ya!” katanya sambil terengah-engah
“Kenapa sepertinya kamu buru-buru sekali?” Tanya Jessie khawatir
“Tidak apa. Aku akan kesana segera.”
Radit berlari sekencang mungkin tidak menghiraukan betapa lelahnya ia. Yang sangat ia harapkan adalah, kekasihnya mengingatnya.
***
“Jessie…” sapaku pelan sambil memegang tangannya.
“Iya, ada apa? Kamu sudah bangun rupanya.” Jawab Jessie sambil menutup pintu.
“Radit mana?”
“Dia mau ke sini kok. Kenapa? Kamu ingat sesuatu tentang Radit?” tanyanya sambil berjalan cepat ke arahku dan menatap mataku tajam-tajam.
“Ah, tidak.” Kataku ragu-ragu. “Apa aku harus mengatakannya? Atau tidak? Oh, aku bingung.” Gumamku dalam hati.
“Jessie…” panggilku lagi.
“Ada apa, Tata? Kalo ngomong ngomong aja, nggak usah sungkan-sungkan gitu!” kata Jessie di depan jendela.
“Sebenarnya…” kataku terpotong oleh suara pintu. Dan ternyata Radit. Aku deg-degan. “Radit?” batinku
“Woy, Radit. Apa Dit, kok kayanya tadi buru-buru banget. Keringeten lagi.” Kata Jessie menepuk pundaknya. Radit hanya tersenyum kecil sambil mengusapi keringatnya dengan lengannya.

          “Jorok amat…” sindir Jessie sambil menyikut lengannya. Radit mentapku, kemudian ia menghampiriku sambil mengeluarkan sesuatu di saku celananya. Ternyata ponsel, ia mengutak atik ponselnya, dan kemudian memperlihatkan sesuatu padaku.
“Kamu ingat ini nggak?” Tanya Radit tersenyum di depanku
“Apa?”
“Ini, foto ini. Dulu waktu kita kehujanan, terus mampir di rumah pohon. Terus aku ngukir nama ini ni.” Katanya menunjuk layar ponselnya.
“Tidak. Aku tidak tau. Aku tidak ingat apa pun.” Jawabku sambil menggeleng-gelengkan kepala ketus. “Aku tau, Dit. Maaf sepertinya aku harus lakukan ini.” Batinku. Sebenarnya aku mengingat Radit, tidak ada satu pun dari Radit yang aku lupakan. Hanya aku sengaja melupakannya. Alasannya, demi kebaikan dia. Lulus SMP nanti, aku akan pindah ke Bali karena pekerjaan ayahku. Dan setelah itu pun aku harus berpindah-pindah lagi karena perkerjaan ayahku yang menempatkan ayah dimana-mana. Tidak konsisten, dan aku tidak mungkin “LDR” dengannya. Dia tidak akan betah dengan status ‘long distance ralationship’ ini. aku pun harus beradaptasi dengan anak-anak baru di sana. Namun, aku tidak akan meninggalkan Radit. Ada kata, kalau jodoh nggak kemana. Aku mau buktikan itu. Jika aku berjodoh kelak dengan Radit, tentu aku akan ditemukan dengannya. Aku pikir, tindakanku ini berbahaya. Namun, aku ingin mencoba hal yang baru.
“Hoh, tidak ya?” tanyanya dengan wajah yang kusut.
“Tidak sama sekali. Kenapa kamu ada di sini setiap hari? Siapa kamu?” tanyaku ketus padanya
“Kamu tidak mengenaliku?” Tanya Radit penasaran
“Tidak. Aku sangat bosan melihat wajahmu. Sebaiknya kamu pergi.” Kataku mengacuhkan dia.
“Hah? Tataaaa?” kata Jessie terkejut
“Apa? Aku salah?” Tanyaku menaikkan alisku
“Kok…” dipotong oleh perkataan Radit
“Tidak apa-apa, get well soon ya. Aku pergi dulu, Jess” katanya dengan wajahnya yang tampak sangat sedih kemudian keluar kamar.
“Kok kamu gitu, Ta? Dia kan pacar kamu?”
“Hah? Pacar? Kok pacar, tapi aku nggak kenal dia?”
“Tapi, dia bener pacar kamu.”
“Nyatanya aku nggak kenal sama dia, Jesss!” bentakku pada Jessie, raut muka Jessie berubah menjadi ketakutan.
“Kenapa kamu kasar sekali?”
“Oh, maaf Jess. Aku nggak sengaja, aku nggak bermaksud maaf ya.” Kataku sambil memeluknya.
“Iya, dia sayang banget sama kamu. Kamu tau?” tanyanya tidak melepaskan pelukanku.
“Aku tau, Jess.” Batinku. Wajahku bingung. Aku hanya terdiam membalas perkataanya. “Apakah ini menyakitkan Radit?” tanyaku dalam hati.




.... bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar