Senin, 06 Februari 2012

Cerbung - episod 1

        “Mulaiii!” teriak Kakak Pembimbing sambil meniup peluitnya tanda dimulainya perlombaan. Perlombaan kali ini sangat seru, zona air yang diharuskan mendayung dari hulu ke hilir sana. Sungguh menyenangkan, dan aku terlibat dalam lomba itu. Bersama Veve, Jessi, Andriana, dan Andriwina. Mereka sangat antusias mengikuti perlombaan dalam perkemahan ini.
          “Dayung dengan penuh semangat Tataa!” teriak Jessi sambil mendayung.
        "Iyaaa… Semangat teman-teman kita harus menang!” teriakku sambil memejamkan mataku dan terus mendayung karena cipratan air yang mengenai mataku. Tiba-tiba perahu dari regu lain menabrak perahuku dan kami segera mengatasinya.
          “Awasssss…” teriak Andriwina duduk di barisan paling belakang.
        “Kanaaaannnn!” teriakku sambil mengarahkan dayungku namun tidak bisa dihindari lagi, perahu kami terbalik dan kami terjatuh.
          “Ahhh, kita kalah…” kata Jessi kecewa mengambang
        “Ahh, teman-teman tidak apa-apa. Bantu aku, aku tidak bisa mengambang dan tidak bisa berenang.” Kataku sambil melepaskan peganganku pada perahu, Jessi meraih tanganku. Tiba-tiba ada perahu temanku yang menabrak kami, sehingga tangan ku dan Jessi terlepas dan aku mulai tenggelam.
          “Ah, tolong! Aw…t..ool..ong..” teriakku sewaktu-waktu masuk ke dalam air tidak bisa menngambang. Kepalaku terbentur perahu yang menabrakku dan saat itu aku memejamkan mataku dan rasanya aku tenggelam.
***
                Aku melihat seberkas cahaya, dan tampak seorang sedang menekan-nekan dadaku dan seketika itu aku memuntahkan banyak sekali air. Tampaknya Kakak Dina yang membantuku siuman, namun selang beberapa detik aku siuman rasanya sulit sekali aku bernafas. Nafasku tersendat-sendat sangat menyakitkan dadaku. Dan lebih baik aku memilih untuk pingsan daripada merasakan sakit yang luar biasa ini.
                Walau pun begitu aku tidak bisa memingsankan diriku aku. Aku masih sadar namun memejamkan mataku. Terdengar suara, “Jessie, apakah Tata punya penyakit asma?”. Aku membatin dalam hati, ”Tidak, kak.” Dan saat itu Jessie menjawab, “Tidak Kak. Tata sehat-sehat saja tidak mempunyai penyakit parah. Setau saya.” Katanya dengan nada panik. Tiba-tiba aku merasakan banyak orang berkurumun di sekitarku. Tanganku diraih, dan tampaknya aku akan digendong oleh entah siapa? Aku masih merasakan kesakitan dadaku.
                “Tata, kamu bakal baik-baik saja.” Kata Radit yang ternyata dialah yang menggendongku.
           “Ah, Ra..” kataku pelan namun tidak kuteruskan. Rasanya bertambah sakit jika aku terus meneruskan perkataanku. Aku memeluknya erat, serasa sangat nyaman berada di pelukannya.
               Radit menggendongku hingga 1 km jauhnya menuju parkiran. Dia memasukkan aku ke dalam mobil dan di sampingku ia duduk melepaskan jaketnya dan memakaikanya padaku. Lalu ia mengelus kepalaku, “Tata jangan khawatir aku ada di sampingmu.” Katanya pelan dan seketika itu aku pingsan dipangkuannya.
***
                Tut tut tut…
                “Hallo? Apakah ini Mama Tata?” Tanya Radit dengan nada yang panik.
“Iya, dengan siapa?” jawab Mama Tata pelan dan lembut.
“Saya Radit Tante, sekarang Tata ada di Rumah Sakit Panti Remaja di ruang 198 lantai 2 Tante, Tante bisa ke sini kan?” jelas Radit.
“Kenapa Tata bisa sampai di Rumah Sakit Radit?” jawab Mama Tata khawatir
“Saat lomba mendayung ia tenggelam Tante.”
“Oke, saya akan ke sana. Terima kasih ya, nak Radit.”
Tut tut tut…
“Mama Tata akan segere ke sini kok, Kak. Semoga Tata baik-baik saja.” Kata Radit menutup pembicaraan telponnya dan duduk di samping Tata dan memegang tangannya.
“Jadi kalian ini berpacaran?” Tanya Kak Dina, salah satu pembimbing Pramuka mereka.
“Hahaha, tidak Kak. Kami hanya berteman dekat.” Katanya tersenyum kecil.
“Ah yang bener, Dit?” ganggu Jessie
“Sst.”
Saat itu Dokter masuk membawa sebuah catatan menghampiri mereka.
“Apakah Anda keluarga Adira Thea?” Tanya Dokter itu
“Tidak, saya gurunya Dok. Ada apa?” jawab Kakak Dina
“Begini, tolong sampaikan nanti pada keluarga, Adek Adira Thea harus obnam di Rumah Sakit selama beberapa hari sampai penyakitnya hamper pulih. Di kepalanya, ia menderita gagar otak ringan karena terbentur benda. Apakah benar ibu?”
“Iya, Dok. Waktu tenggelam dia di tabrak perahu lawab dan kepalanya membentur perahu.”
“Oh, itu lah mungkin penyebabnya. Dan dia terkena asfiksi, Ibu. Paru-parunya terisi air sehingga menyebabkan dadanya sulit bernafas karena kekurangan oksigen.”
Ngeeeekk..pintu terbuka dan Mama Tata datang tepat pada waktunya. Kemudian Dokter menjelaskannya lagi apa yang diderita oleh Tata.
***
“Mama…” aku siuman.
“Iya sayang. Kamu baik-baik saja kok.” Saat mendengar panggilanku Mama langsung menghampiriku dan meneteskan air matanya.
“Kamu sudah siuman, Tata. Baguslah.” Kata Jessie tersenyum lebar.
“Mama, siapa?” tanyaku sambil menunjuk lelaki berdiri di samping Jessie
“Radit, nak. Dia kan pacar kamu.” Kata Mama sambil merangkul Radit
“Pacar? Aku tidak mengenalinya, Ma.” Kataku sambil menggelengkan kepala.
“Tata..?” kata Radit kecewa.
“Loh, pacar sendiri kok nggak inget sih? Dia pacar kamu, Tata.” Kata Mama mengelus kepalaku.
“Aku benar tidak mengenalinya Mama.” Kataku sedikit membentak. Terlihat Jessie dan lelaki itu  saling bertatap-tatapan. Dengan mulut yang melongop Jessie menepuk pundak lelaki itu.
“Dia terkena gagar otak ringan, Tante.” Kata lelaki itu kemudian ia keluar meninggalkan kami semua.
“Siapa, Ma?” tanyaku lagi
“Radit, pacar kamu. Kamu nggak inget?”
“Pacar kamu, Tata. Aku inget nggak?” sahut Jessie
“Inget lah… tapi aku nggak kenal Radit.”

…. bersambung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar